Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI TKJ SMK Negeri 4 Gorontalo pada Materi Luas Daerah Bangun Datar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Tahun Pelajaran 2012/2013 (PTK)

Oleh.

Nurhayati Ilham, S.Pd

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dan tuntutan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas tugas seorang guru kini semakin berat. Guru sebagai pengelola pembelajaran dituntut untuk lebih profesional, dinamis dan kreatif dalam mengemban misi pendidikan, mampu mengembangkan potensi siswa dalam memecahkan pelajaran yang dihadapinya.
Upaya meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelas tentunya tidak terlepas dari kualitas pendidik (guru) dan anak didik (siswa) itu sendiri. Dari dua unsur ini, unsur siswa perlu diperhatikan terutama dari sisi kemampuan dasar dan pemahaman materi-materi pelajaran, termasuk materi pelajaran matematika. Pemahaman terhadap matematika sangat memerlukan pendekatan belajar siswa aktif dengan peran guru sebagai pembimbing dan fasilitator selama proses pembelajaran berlangsung. Melalui proses pembelajaran ini guru harus berupaya semaksimal mungkin untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui buku sumber yang menunjang, alat bantu mengajar yang memadai, model pembelajaran yang sesuai dengan materi sajian dan kemampuan siswa, serta alat penilaian yang mencerminkan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
Salah satu materi matematika yang diajarkan pada siswa kelas XI TKJ SMK adalah materi luas daerah bangun datar. Materi tersebut sangat penting untuk dikuasai siswa karena merupakan dasar untuk mempelajari konsep geometri yang lebih tinggi, misalnya menghitung luas dan volume benda ruang. Akan tetapi sesuai pengamatan dan pengalaman penulis di SMK Negeri 4 Kota Gorontalo, masih ditemukan siswa kelas XI TKJ yang belum menguasai konsep tersebut. Ketika siswa diminta menyelesaikan soal yang berkaitan dengan luas daerah segitiga, masih didapati beberapa orang yang mengalami kesulitan, terutama dalam menghitung tinggi ataupun alas segitiga. Demikian halnya dengan materi luas daerah segi empat, dimana masih didapati siswa yang mengalami kesulitan pada materi tersebut. Misalnya, dalam menentukan rumus yang tepat untuk menghitung luas daerah trapesium serta jajar genjang. Seringkali rumus yang digunakan siswa tidak sesuai dengan bangun datar yang akan ditentukan luas daerahnya.
Kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada materi luas daerah bangun datar sebagaimana diuraikan di atas pada akhirnya berdampak pada rendahnya hasil belajar. Sebagai gambaran, pembelajaran materi luas daerah bangun datar, dari 22 orang siswa kelas XI TKJ SMK Negeri 4 Kota Gorontalo tahun pelajaran 2012/2013, hanya 16 siswa yang mencapai nilai 65 ke atas, yang merupakan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan untuk setiap konsep matematika, sedangkan 6 orang memperoleh nilai kurang dari 65.
Kesulitan-kesulitan siswa pada materi luas daerah bidang sebagaimana terungkap di atas perlu dicarikan alternatif pemecahannya, yakni dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas. Melalui penelitian tindakan kelas diharapkan dapat memperbaiki pembelajaran yang selama ini berlangsung, untuk selanjutnya memilih model pembelajaran serta alat bantu mengajar yang memudahkan siswa menguasai materi luas daerah suatu bangun datar.
Salah satu alternatif pemecahan yang dianggap relevan guna meningkatkan hasil belajar siswa pada materi luas daerah bangun datar adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division). Hal ini didasari pertimbangan bahwa model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa selama penyajian materi berlangsung serta memberi penekanan pada aspek sosial, sehingga dipandang dapat menumbuhkan interaksi dalam pembelajaran, baik interaksi antara guru dengan siswa maupun interaksi antar siswa. Selain itu, melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD kegiatan belajar akan terpusat pada siswa, sehingga akan menumbuhkan keberanian dan wawasan berpikir serta kemandirian belajar. Kondisi ini diharapkan berdampak pada peningkatan hasil belajar.
Berdasarkan uraian di atas mendorong dilakukannya penelitian tindakan kelas yang berjudul: “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI TKJ SMK Negeri 4 Kota Gorontalo pada Materi Luas Daerah Bangun Datar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Tahun Pelajaran 2012/2013”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut maka dirumuskan masalah dalam penelitian, yaitu: Apakah hasil belajar siswa kelas XI TKJ SMK Negeri 4 Kota Gorontalo pada materi luas daerah bangun datar dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD?

1.3 Pemecahan Masalah
Telah diuraian di atas bahwa model pembelajaran yang dipilih dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada materi luas daerah bangun datar adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pertimbangannya bahwa dengan menerapkan Model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa memiliki kesempatan untuk belajar bersama secara berkelompok, melakukan tanya jawab di dalam kelompoknya masing-masing serta saling membantu mencapai ketuntasan belajar. Hal ini berarti siswa akan aktif selama proses pembelajaran, karena pembelajaran lebih terpusat pada siswa. Lebih dari itu, setiap kelompok siswa yang telah terbentuk akan berusaha sedapat mungkin menguasai materi, karena mereka akan diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya masing-masing. Kondisi seperti ini mengharuskan mereka belajar secara aktif di dalam kelompok guna memudahkan mereka mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Kondisi belajar seperti ini memungkinkan siswa dapat menguasai materi dengan baik, sehingga diharapkan berdampak pada peningkatan hasil belajar.

1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas Kelas XI TKJ SMK Negeri 4 Kota Gorontalo pada materi luas daerah bangun datar melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut
1) Menjadi informasi bagi rekan-rekan guru dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika khususnya materi luas daerah bangun datar.
2) Menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan belajar siswa pada mata pelajaran matematika khususnya materi luas daerah bangun datar melalui upaya peningkatan kualitas pembelajaran.

BAB II
KERANGKA TEORETIK DAN HIPOTESIS

2.1 Kerangka Teoretik
2.1.1 Tinjauan tentang Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perolehan siswa pada materi tertentu setelah mereka menjalani aktivitas belajar dalam jangka waktu tertentu pula. Hasil belajar yang diperoleh masing-masing siswa, biasanya akan diketahui setelah guru melakukan evaluasi berupa pertanyaan-pertanyaan lisan selama proses pembelajaran maupun tertulis yang diadakan setelah materi diajarkan.
Berkaitan dengan pengertian hasil belajar, Dimyati dan Mujiono (1994: 26) mengemukakan bahwa hasil belajar, yaitu sebuah kegiatan belajar mengajar yang menghendaki tercapainya tujuan pengajaran di mana hasil belajar siswa ditandai dengan skala nilai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan perolehan siswa setelah menjalani kegiatan belajar, namun dapat juga diartikan sebagai prestasi yang dihadapi, dilaksanakan maupun dikerjakan, yang ditandai dengan nilai.
Hasil belajar dapat diurai secara luas berdasarkan konsepsi yang digunakan. Secara luas hasil belajar dikembangkan berdasarkan konsepsi taksonomi yang diajukan Bloom. Berdasarkan taksonomi Bloom, maka hasil belajar dapat diurai atas tiga kelompok besar, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Selanjutnya, Imron (1996: 136) menjelaskan bahwa ranah atau kawasan kognitif terdiri atas 6 aspek yaitu (1) pengetahuan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3) aplikasi (application), (4) analisa (analysis), (5) sintesis (synthesis), dan (6) evaluasi (evaluation). Keenam aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1. Pengetahuan (knowledge)
Sub kawasan ini mementingkan aspek ingatan. Oleh karena itu, sub kawasan ini lebih tepat untuk diartikan mengingat terhadap materi-materi yang pernah dipelajari. Mengingat kembali fakta-fakta yang pernah dipelajari, teori-teori yang pernah ditelaah. Pada kawasan kognitif, aspek pengertian (knowledge) dipandang berada pada tingkatan terendah.
2. Pemahaman (comprehension),
Sub kawasan ini dapat diartikan sebagai kemampuan menangkap pengertian mengenai sesuatu. Pada sub kawasan ini, siswa dapat menerjemahkan sesuatu, mengambil kata lain dari suatu kata atau pengertian, mengambil inti dari suatu bacaan dan membuat prakiraan-prakiraan.
3. Aplikasi (aplication)
Sub kawasan ini lazim diberi makna sebagai suatu kemampuan untuk menerapkan apa-apa yang pernah dipelajari ke dalam situasi yang nyata. Pada sub kawasan ini, siswa mampu menerapkan atau mengaplikasikan konsep-konsep maupun teori-teori yang telah diperoleh ke dalam situasi yang nyata.
4. Analisis (analysis)
Pada sub kawasan ini siswa mampu merinci, menghubungkan, menguraikan rincian dan saling berhubungan antara bagian satu dengan bagian lainnya.
5. Sintesis (synthesis)
Pada sub kawasan ini siswa mampu menyatukan hal-hal yang sebelumnya terpecah-pecah menyatu menjadi suatu kesatuan yang utuh.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi, adalah suatu kemampuan untuk menentukan baik-buruk, berharga-tidak berharga, bernilai-tidak bernilai mengenai sesuatu hal. Kemampuan mengadakan evaluasi ini termasuk jenis kemampuan tertinggi dalam kawasan kognitif.
Selanjutnya, ranah afektif meliputi 5 aspek yaitu (1) penerimaan (receiving), (2) pemberian tanggapan (responding), (3) pemberian nilai (valuating), (4) pengorganisasian (organization), dan (5) karakterisasi dengan suatu nilai (characterization bay or value complex). Kelima aspek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Penerimaan (receiving)
Hasil belajar pada sub kawasan ini, misalnya siswa mampu menumbuhkan perhatian pada sesuatu obyek yang sebelumnya tidak diketahui sama sekali.
2. Pemberian tanggapan (responding)
Aspek kemampuan responding ini lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan sub kawasan receiving. Dalam sub kawasan responding, ssiswa mampu memberikan tanggapan/ respon atau jawaban atas suatu permasalahan.
3. Pemberian nilai (valuating)
Pemberian nilai di sini adalah memberikan nilai atau harga terhadap sesuatu gejala atau fenomena, benda, atau suatu kejadian. Sub kawasan ini menjadikan siswa bisa menerima nilai tertentu dan menunjukkan komitmennya pada nilai tersebut. Oleh karena itu, pada sub kawasan ini seseorang tampak tingkatan integritasnya.
4. Pengorganisasian (organization)
Pengorganisasian adalah upaya untuk memadukan berbagai jenis nilai yang berbeda-beda, kemudian dibangun menjadi suatu sistem nilai.
5. Karakterisasi dengan suatu nilai (characterization bay or value complex).
Pada sub kawasan ini seseorang mempunyai sistem nilai yang dapat mengendalikan tingkah lakunya hingga dapat membentuk gaya yang khas. Hasil belajar pada sub kawasan ini bisa menjadikan siswa mampu menyesuaikan diri secara personal, sosial, dan emosional.
Kawasan atau ranah yang ketiga adalah ranah psikomotorik, yang terdiri atas tujuh aspek yaitu (1) persepsi (perception), (2) kesiapan (set), (3) respon terpimpin (guided respon), (4) mekanisme (mechanism), (5) respon nyata yang kompleks (complex overt respon), (6) penyesuaian (adaptasion), dan (7) penciptaan (origination). Ketujuh aspek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Persepsi (perception)
Persepsi merupakan penggunaan indera untuk memperoleh petunjuk ke arah motorik. Pada sub kawasan ini siswa mampu mengindera stimulus yang berasal dari lingkungannya guna persiapan untuk membimbing aktifitas motoriknya.

2. Kesiapan (set)
Pada sub kawasan ini siswa mampu mengambil tindakan berdasarkan persepsinya terhadap stimulus dan fenomena yang berasal dari lingkungannya.
3. Respon terpimpin (guided respon)
Pada sub kawasan ini, seseorang mulai berada pada proses belajar keterampilan yang lebih kompleks. Selain itu, pada sub kawasan ini siswa mampu melakukan peniruan.
4. Mekanisme (mechanism)
Pada sub kawasan ini siswa mampu mengubah respons-respons yang telah dipelajari menjadi kebiasaan-kebiasaan atau gerakan-gerakan yang dilakukan dengan penuh kepercayaan dan kemahiran.
5. Respon nyata yang kompleks (complex overt respon)
Pada sub kawasan ini siswa mampu melakukan gerakan dengan mudah di samping mempunyai kontrol yang baik. Kadar motorik pada sub kawasan ini relatif tinggi, sebab gerakan-gerakan pada sub kawasan ini relatif cepat, cermat, termasuk hal-hal yang rumit.
6. Penyesuaian (adaptasion)
Penyesuaian dapat diartikan sebagai suatu keterampilan di mana siswa dapat mengolah gerakan hingga sesuai dengan tuntutan kondisional dan situasional, termasuk yang problematis sekalipun.
7. Penciptaan (origination)
Sub kawasan penciptaan, termasuk paling tinggi tingkatannya, oleh karena pada sub kawasan ini penampilan seseorang umumnya ditandai dengan hal-hal yang serba baru, misalnya membuat pola-pola baru, atau merancang hal-hal baru berdasarkan ilmu yang telah diperoleh.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa hasil belajar merupakan perolehan siswa setelah menjalani kegiatan belajar materi tertentu, dimana hasil belajar tersebut meliuputi tiga ranah yang menjadi lingkup kawasan hasil belajar, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor.

2.1.2 Materi Bangun Datar
Bangun datar merupakan bangun dua dimensi atau bangun yang tidak memiliki ruang hanya sebuah bidang datar saja (htttp://wordpress.com/2008). Jenis-jenis atau macam-macam bangun datar antara lain segitiga, persegi dan persegi panjang, segitiga, jajar genjang, layang-layang, trapesium dan lingkaran.
Pembelajaran materi bangun datar di sekolah dasar, selain untuk mengenal jenis-jenis bangun datar juga membahas tentang luas daerah di kelas XI TKJ SMK Negeri 4 Kota Gorontalo, materi ini diarahkan pada pembelajaran menghitung luas daerah bangun datar yang meliputi:
1. Luas Daerah Segitiga
Segitiga adalah nama suatu bentuk yang dibuat dari tiga sisi yang berupa garis lurus dan tiga sudut. Daerah yang dibatasi oleh ketiga sisi disebut daerah segitiga. Jelasnya seperti pada gambar berikut.
C D
M
N

A B
Daerah M yang dibatasi oleh sisi AC, CD, dan AD maupun daerah N yang dibatasi oleh sisi AB, BD, dan AD, adalah daerah segitiga. Untuk menghitung luas daerah segitiga ABD adalah ½ luas persegi panjang, atau L = ½ AB x BD.
Dalam sebuah segitiga sisi AB disebut sisi alas (a) dan BD disebut tinggi segitiga (t). Dengan demikian rumus di atas dapat dirubah menjadi:
L = ½ a x t atau L = ½ at (rumus umum menghitung luas segitiga)
di mana: L = luas, a = panjang alas segitiga, dan t = tinggi segitiga
Bila luas daerah suatu segitiga telah ditentukan dan panjang salah satu sisinya sudah diketahui, maka rumus di atas dapat diubah menjadi:
t = (L/a) x 2, atau a = (L/t) x 2
Untuk menghitung luas daerah segitiga sama sisi ataupun segitiga sama kaki tetap menggunakan rumus umum di atas.
Jelasnya seperti contoh berikut.
C

t

A D B
Segitiga ABC di atas adalah segitiga sama kaki. Segitiga ABC disebut sama kaki karena kedua kakinya yakni AC dan BC sama panjang.
Untuk menghitung luas daerah segitiga tersebut digunakan rumus:
L = ½ AB x CD, atau
L = ½ a x t
di mana: L = luas daerah segitiga
a = panjang alas segitiga, dan t = tinggi segitiga.
Hal yang sama berlaku pula pada segitiga berikut ini.
C

t

A D B

Segitiga ABC di atas adalah segitiga sama sisi. Segitiga ABC disebut sama sisi karena ketiga sisinya sama panjang. Untuk menghitung luas daerah segitiga stersebut digunakan rumus:
L = ½ AB x CD, atau
L = ½ a x t

2. Persegi panjang
Persegi panjang adalah bangun datar mirip bujur sangkar, memiliki dua sisi yang berhadapan lebih pendek atau lebih panjang dari dua sisi yang lain. Dua sisi yang panjang disebut panjang, sedangkan yang pendek disebut lebar. Jelasnya seperti gambar berikut.
C D
l
A B
p
Keterangan:
ABCD adalah persegi panjang
AB = CD = p (panjang), dan AC = BD = l (lebar)
Luas daerah persegi panjang ABCD = panjang x lebar atau p x l
3. Persegi atau bujur sangkar
Persegi adalah bangun datar yang memiliki empat buah sisi sama panjang. Jelasnya seperti pada gambar berikut.
C D

S

A s B
Keterangan:
ABCD adalah persegi atau bujur sangkar
AB = CD = AC = BD = s (sisi)
Luas daerah bujur sangkar ABCD = sisi x sisi atau s2
4. Jajar genjang
Jajar genjang adalah suatu bangun datar yang terbentuk oleh segitiga dengan bayangannya jika diputar setengah putaran pada salah satu sisi yang dimilikinya. Jelasnya seperti gambar berikut.

C a D

t
A E B
Keterangan:
ABCD adalah jajar genjang
AB = CD = a, adalah alas dan CE (t) adalah tinggi
Luas daerah jajar genjang adalah alas x tinggi atau AB x t.
5. Trapesium
Trapesium adalah bangun datar dua dimensi yang dibentuk oleh empat buah rusuk yang dua diantaranya saling sejajar namun tidak sama panjang.
C D

t
A E B

ABCD adalah trapesium
AB dan CD adalah alas trapesium, CE adalah tinggi trapesium (t).

Luas daerah trapesium adalah:
x t
Materi luas daerah bangun datar meliputi luas daerah segitiga, persegi dan persegi panjang, jajar genjang, dan trapesium sebagaimana diuraikan di atas merupakan bagian materi pelajaran matematika yang diajarkan pada siswa kelas XI TKJ SMK Negeri 4 Kota Gorontalo pada semester ganjil.

2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Penyajian Materi
Kooperatif berasal dari kata Ko (sama) dan operatif (melakukan) Dengan demikian kooperatif dapat diartikan melakukan kegiatan secara bersama-sama. Menurut Tarigan (1998 : 28) bahwa pembelajaran kooperatif pada dasarnya merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang lebih mengutamakan aktivitas siswa yaitu siswa belajar bersama dalam bentuk kelompok kecil untuk mempelajari materi dan mengerjakan tugas serta setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas kesuksesan kelompoknya.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa pembelajaram kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan aktivitas siswa dalam belajar, baik dalam mempelajari materi maupun mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru berkenaan dengan materi yang diberikan. Selanjutnya, Ismail (2002:5) mengemukakan bahwa pada model pembelajaran kooperatif terdapat enam fase yang dilakukan guru, yaitu: (1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, (2) Penyampaian informasi, (3) Mengorganisasikan kelompok, (4) Membimbing kelompok, bekerja dan belajar, (5) Evaluasi, dan (6) Memberi penghargaan.

1) Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa
Pada fase ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, serta berusaha menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar.
2) Menyajikan informasi
Pada fase ini, guru menyajikan atau menginformasikan materi pelajaran melalui demontrasi maupun bahan bacaan
3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Peran guru dalam fase ini yaitu membentuk kelompok/ membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil serta menjelaskan tugas setiap kelompok.
4) Membimbing kelompok, bekerja dan belajar
Pada fase ini, peran guru adalah membimbing kelompok belajar, terutama terhadap kelompok yang mengalami kesulitan belajar atau kesulitan dalam mengerjakan tugas.

5) Evaluasi
Peran guru pada fase ini adalah mengevaluasi hasil belajar melalui presentasi masing-masing kelompok, dengan kata lain kegiatan siswa dalam fase ini adalah mengemukakan hasil kerja tiap-tiap kelompok.
6) Memberi penghargaan
Peran guru pada fase ini yaitu mencari cara untuk menghargai upaya maupun hasil belajar yang telah dicapai siswa, baik penghargaan secara individu maupun terhadap kelompok.
Model pembelajaran yang relevan dengan fase-fase di atas adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division). Ibrahim, (2000:20) mengemukakan bahwa model STAD merupakan pendekatan pembelajaran yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi materi kepada siswa menggunakan teks. Siswa dalam satu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok-kelompok, dan setiap kelompok haruslah berbeda kemampuannya. Dalam bagian lain dikemukakan bahwa, dalam pembelajaran menggunakan kooperatif tipe STAD siswa saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui kuis dan melakukan diskusi. (Ibrahim, 2000: 21).
Setiap model pembelajaran memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan antara satu dengan lainnya. Tarigan (1998:28) mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki ciri-ciri tertentu, yakni: (1) Siswa belajar dalam kelompok kecil, bekerja sama, serta duduk saling berhadapan, (2) Siswa bersifat heterogen (jenis kelamin dan kemampuan), serta saling membantu satu dengan lainnya, (3) Siswa bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, (4) Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah membantu teman sekolompoknya untuk mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan (5) Siswa belum boleh mengakhiri belajar sebelum yakin bahwa seluruh anggota kelompok menyelesaikan seluruh tugas.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa model pembelajaran tipe STAD merupakan strategi pembelajaran yang memiliki ciri utama yakni siswa belajar dalam kelompok-kelompok yang heterogen dan saling membantu untuk mencapai ketuntasan materi. Proses pembelajaran melalui model pembelajaran tipe STAD dimulai dengan menyampaikan tujuan dan motivasi siswa, menyajikan materi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, membimbing kelompok bekerja dan belajar, melakukan evaluasi, dan memberi penghargaan.
2.2 Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Jika digunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran materi luas daerah bangun datar, maka hasil belajar siswa kelas XI TKJ SMK Negeri 4 Kota Gorontalo akan meningkat.

2.3 Indikator Keberhasilan Penelitian
Penelitian ini dinyatakan berhasil jika terjadi peningkatan kualitas pembelajaran materi luas daerah bangun datar, baik menyangkut kegiatan guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD maupun aktivitas siswa selama pembelajaran serta dampaknya pada peningkatan hasil belajar siswa pada materi, dengan indikator-indikator sebagai berikut.
1) Paling kurang 85% komponen-komponen kegiatan guru selama melaksanakan proses pembelajaran materi dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mencapai nilai observasi sangat baik (SB) atau baik (B).
2) Paling kurang 85% komponen-komponen aktivitas siswa selama menjalani proses pembelajaran materi melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mencapai nilai observasi sangat baik (SB) atau baik (B).
3) Paling kurang 85% dari keseluruhan siswa yang dikenakan tindakan mencapai hasil belajar minimal 65 pada materi luas daerah bangun datar.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Setting dan Karakteristik Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMK Negeri 4 Kota Gorontalo. Subjek yang dikenakan tindakan adalah Kelas XI TKJ tahun pelajaran 2012/2013 dengan jumlah 22 orang, yang terdiri dari siswa perempuan 8 orang dan siswa laki-laki 14 orang. Sesuai pengamatan selama ini, siswa yang dikenakan tindakan merupakan kelas dengan prestasi yang bervariasi pada pelajaran matematika serta memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
Penelitian tindakan ini direncanakan mulai bulan Oktober sampai Desember tahun 2012. Penelitian ini mengikutsertakan pula 1 (satu) orang guru kelas sebagai mitra. Tugas guru mitra adalah bersama-sama dengan peneliti menyusun instrumen pengumpul data serta mengamati dan menilai jalannya pembelajaran.

3.2 Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini mengacu pada prosedur penelitian tindakan kelas (Arikunto, 2006) dengan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut.
3.2.1 Tahap Perencanaan
Adapun hal-hal yang dilakukan pada tahap persiapan ini adalah sebagai berikut;
1) Memilih dan menetapkan siswa yang menjadi subjek tindakan serta alokasi waktu pelaksanaan tindakan kelas.
2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan materi Luas daerah bangun datar, meliputi luas daerah segitiga, persegi panjang, bujur sangkar, jajar genjang dan trapesium.
3) Menyiapkan lembar kerja siswa yang akan dibagikan kepada masing-masing kelompok.
4) Menyusun skenario pembelajaran sesuai dengan materi yang akan diajarkan serta model pembelajaran yang dipilih.
5) Menyusun instrumen pemantauan dan alat evaluasi berupa lembar observasi kegiatan guru dan kegiatan siswa serta alat penilaian berupa tes tertulis.

3.2.2 Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan yang menyajikan materi luas daerah bangun datar pada siswa kelas XI TKJ SMK Negeri 4 Kota Gorontalo dilaksanakan dalam bentuk siklus pembelajaran dengan alokasi waktu 4 jam pelajaran (2 kali pertemuan) serta mengacu pada rancangan tindakan sebagai berikut.
1. Siklus I
Pertemuan 1
Materi: Luas daerah segitiga, persegi panjang, bujur sangkar dan jajar genjang.
Kegiatan Pembelajaran
1) Kegiatan pendahuluan ( 10 menit)
Pada langkah ini dijelaskan tujuan mempelajari materi luas daerah segitiga, persegi dan persegi panjang, serta manfaat mempelajari materi. Selanjutnya siswa dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok dibagikan lembar kerja yang berisikan materi yang dipelajari dalam kelompok.
– Kelompok I dan II diberikan tugas mempelajari dan membahas tentang luas daerah segitiga dan persegi panjang yang terdapat pada lembar kerja.
– Kelompok III dan IV diberikan tugas mempelajari dan membahas tentang luas daerah segi tiga dan persegi/bujur sangkar yang terdapat pada lembar kerja.
2) Kegiatan inti ( 30 menit)
Untuk 5 menit pertama diberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya menyangkut cara pembelajaran yang akan diterapkan. Kesempatan berikutnya, dalam waktu 15 menit siswa diberikan kesempatan untuk belajar dalam kelompok serta mengerjakan tugas pada lembar kerja yang telah dibagikan. Pada 10 menit terakhir dalam kegiatan inti, siswa diarahkan untuk melakukan diskusi kelas. Dalam diskusi ini setiap kelompok diberi kesempatan mengemukakan kesulitan-kesulitannya selama pembelajaran
3) Kegiatan pengembangan materi ( 25 menit)
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah memberikan kesempatan kepada seluruh kelompok untuk menjelaskan/mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.
4) Kegiatan penutup (25 menit)
Kegiatan-kegiatan pada tahap ini yaitu, guru memberikan penegasan-penegasan materi, melaksanakan penilaian tertulis dan memberikan tugas pekerjaan rumah kepada seluruh siswa dan dilanjutkan dengan menutup pelajaran.

Pertemuan 2
Materi: Luas daerah trapesium dan belah ketupat.
Kegiatan Pembelajaran
1) Kegiatan pendahuluan ( 10 menit)
Pada langkah ini dijelaskan tujuan mempelajari materi luas daerah jajar genjang dan trapesium, serta manfaat mempelajari materi. Selanjutnya siswa dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok dibagikan lembar kerja yang berisikan materi yang dipelajari dalam kelompok.
– Kelompok I dan II diberikan tugas mempelajari dan membahas tentang luas daerah trapesium yang terdapat pada lembar kerja.
– Kelompok III dan IV diberikan tugas mempelajari dan membahas tentang luas daerah jajar genjang yang terdapat pada lembar kerja.
2) Kegiatan inti ( 35 menit)
Untuk 10 menit pertama diberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya menyangkut cara pembelajaran yang akan diterapkan. Kesempatan berikutnya, dalam waktu 15 menit siswa diberikan kesempatan untuk belajar dalam kelompok serta mengerjakan tugas pada lembar kerja yang telah dibagikan. Pada 10 menit terakhir dalam kegiatan inti, siswa diarahkan untuk melakukan diskusi kelas. Dalam diskusi ini setiap kelompok diberi kesempatan mengemukakan kesulitan-kesulitannya selama pembelajaran

3) Kegiatan pengembangan materi ( 25 menit)
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah memberikan kesempatan kepada seluruh kelompok untuk menjelaskan/mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.
4) Kegiatan penutup (20 menit)
Kegiatan-kegiatan pada tahap ini yaitu, guru memberikan penegasan-penegasan materi, melaksanakan penilaian tertulis dan memberikan tugas pekerjaan rumah kepada siswa dan dilanjutkan dengan menutup pelajaran.

3.2.3 Tahap Observasi dan Evaluasi
Observasi terhadap kegiatan pembelajaran dilakukan oleh guru mitra menggunakan lembar observasi sebagaimana terlampir. Observasi dilakukan terhadap kegiatan guru dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung, sedangkan evaluasi tertulis dilakukan pada akhir siklus pembelajaran guna mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.

3.2.4 Tahap Analisis dan Refleksi
Analisis dilaksanakan secara kualitatif dengan memperhatikan data yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian. Sedangkan refleksi dilakukan melalui diskusi dengan guru observer dan dimaksudkan untuk melihat apakah tindakan telah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan, dalam hal ini peningkatan kualitas pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan dampaknya pada peningkatan hasil belajar siswa pada materi Luas daerah bangun datar.

3.3 Instrumen Pengumpul Data
Dalam pengumpulan data pada penelitian ini disiapkan beberapa jenis instrumen pengumpul data, sebagai berikut.
1) Lembar observasi kegiatan guru.
2) Lembar observasi kegiatan siswa.
3) Tes tertulis untuk mengukur capaian hasil belajar siswa.

3.4 Teknik Analisis Data
1. Data hasil observasi kegiatan guru dan kegiatan siswa
Data hasil observasi kegiatan guru dan aktivitas siswa dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan persentase.
2. Hasil belajar siswa
Hasil belajar siswa dilihat dari skor yang dicapai oleh masing-masing siswa yang dikenakan tindakan.
Guna mengetahui keberhasilan siswa, peneliti menyiapkan soal essay dan masing-masing diberi skor, sedangkan rentang nilai yang digunakan adalah 1 s/d 100.
Jumlah skor yang benar
Hasil belajar = x 100
Jumlah skor ideal

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi, dkk. 2006: Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara, Jakarta.
Depdiknas. 2002. Penulisan Karya Ilmiah dan Penelitian Tindakan. Dirjen
Dikdasmen, Depdiknas, Jakarta.
Depdikbud. 2006: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah Menengah Kejuruan
Jakarta: Depdiknas.
Dimyati dan Mujiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta, Jakarta.
htttp://wordpress.com/2008, diakses tanggal 17 Oktober 2009.
http://id.wikipedia.org/wiki/Metode_ilmiah, diakses 17 Oktober 2009.
Imron, Ali. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta.
Ibrahim, Muslimin. 2000: Pembelajaran Kooperatif. Dirjen Dikdasmen.
Depdiknas, Jakarta.
Marpaung, dkk. 2002. Model – model Pembelajaran. Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
Muhsetyo, Gatot. 2007: Pembelajaran Matematika SMK. Universitas Terbuka.
Negoro, S.T., dkk. 1999. Ensiklopedia Matematika. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Purwanto, Ngalim. 1990: Administrasi Pendidikan. Mutiara, Jakarta.
Soedjadi R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Dirjen Dikti
Depdiknas.
Usman, Moh. Uzer. 2000: Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosda Karya.
Uzer dan Setiawati. 2001: Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Remaja
Rosda Karya, Bandung.
Winataputera, U. 1993. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud.