Jepang !!! Antara Membaca, Menulis dan Kedisiplinan

Jika kita sebutkan bangsa mana yang paling maju didunia, pastilah salah satunya adalah Jepang. Yupzh, Jepang…!!! Sulit kiranya melepaskan nama Jepang dalam percaturan kemajuan teknologi didunia ini. Padahal jika kita lihat dari berbagai aspek pendukung seperti kuantitas manusia dan sumber daya alam lain, mereka kalah dari kita (Indonesia). Akan tetapi mereka unggul dari pemberdayaan dan pengembangannya. Bahkan untuk Human Development Indeks (HDI), jepang menempati urutan tertinggi. Salah satu indikatornya adalah dari persentse melek huruf masyarakatnya yang mencapai 99 % (nyaris sempurna). Juga tinggi rendahnya HDI ini lah yang menentukan kualitas suatu bangsa.

 

Ada korelasi yang sangat berkaitan, yaitu jika semakin tinggi angka melek huruf (baca) dari masyrakat suatu bangsa maka akan semakin maju bangsa tersebut. Maju dalam semua aspek kehidupan, entah itu ekonomi, pendidikan, industry, teknologi dan lain sebagainya. Ini memang tidak mengherankan jika salah satu contoh bangsa maju adalah jepang jika dilihat dari HDI. Bangsa jepang sangat senang sekali membaca. Mereka tidak menganggap bahwa membaca itu adalah suatu kewajiban disekolah, tapi suatu kebutuhan. Karena itu adalah suatu kebutuhan, maka mereka rela mengeluarkan uang untuk membeli buku-buku yang mereka butuhkan. Berbeda dengan kita yang cenderung berfikir ulang untuk membeli buku pelajaran sekalipun (hehehehhe). Juga karena kebutuhan, maka mereka tidak akan menyianyiakan waktu luangnya berlalu begitu saja. Mereka sering mengisi waktu luangnya dengan membaca seperti saat diperjalanan mengunakan densha (kereta listik). Tak peduli sedang duduk atau berdiri, entah itu dewasa atau anak-anak, mereka tetap membaca.

Budaya membaca sangat melekat dengan bangsa jepang. Menurut Taufik Adi Susilo dalam bukunya yang berjudul “Spirit Jepang” budaya membaca bangsa Jepang dimulai dari tahun 1684 seiring dengan dibangunnya institusi penerjemahaan. Pada waktu itu memang jepang belum bisa menerbitkan buku hasil karangan masyarakatnya sendiri, sehingga mereka mengambil buku-buku dari luar (inggris, perancis, jerman dll) untuk mereka terjemaahkan kemudian mereka baca. Hasilnya sangat luar biasa, minat bacanya sampai sekarang membuahkan kemajuan bagi bangsanya.

Bukan hanya dari factor sejarah saja (dibangunnya institusi penerjemahaan) tetapi minat baca ini sudah dipupuk sedari masa sekolah dasar. Bayangkan !!!! seorang siswa sekolah dasar bisa membaca 200 – 300 buku sampai mereka lulus sekolah dasar (coba bandingkan dengan kita ??? hehehe). Ini juga ditunjang dengan penyajiaan buku dari para penerbit sehingga menjadikan sangat menarik untuk dibaca. Mungkin salah satunya adalah komik jepang (man-ga) yang digandrungi bukan hanya di Jepang saja, bahkan seluruh dunia termasuk Indonesia.

Minat baca yang sangat melekat dari sejak zaman dulu hingga sekarang menjadikan baca sebagai budaya. Budaya membaca jepang yang sangat tinggi menimbulkan efek timbal balik. Efek timbal baliknya adalah dengan budaya menulis. Sudah barang tentu, jika semakin banyak membaca kecenderungan ingin berbagi tentang informasi yang didapatkannya semakin tinggi. Salah satu yang paling efektif adalah dengan menulis, karena media tulisan bisa lebih masuk ke objek yang dituju daripada media lisan.

Selain itu juga manfaat dari budaya menulis adalah kecerdasan kita akan semakin bertambah. Hal ini diutarakan oleh Andreas Harefa didalam bukunya yang berjudul “Happy Writing”. Hal ini bukanlah sebuah candaan, tetapi memang suatu kebenaran. Logikanya sederhananya, dengan menulis kita akan mengingat kembali ilmu yang akan kita dapatkan. Kemudian jika diasah terus menerus dengan membuat tulisan atau review, secara otomatis otak kita akan menyimpan memori-memori tersebut sehingga kerja otak kita akan semakin meningkat. Semakin meningkatnya kerja otak akan mengakibatkan kecerdasan kita bertambah, right ????

Outputnya bangsa jepang menjadi bangsa peneliti. Tidak terbantahkan lagi bahwa jepang adalah Negara dimana banyak peneliti-peneliti berada dimana. Hampir sepertiga jumlah peneliti didunia ada di Jepang. Data menurut Taufik Adi Susilo dalam bukunya “Spirit Jepang” menunjukan jumlah peneliti sebanyak 730.000 orang. Itu baru data dari buku yang cetakan pertamanya terbit di tahun 2009, apalagi sekarang yang sudah tahun 2012 ????

Dengan peneliti sebanyak itu menjadikan jepang sebagai salah satu bangsa mengekspor teknologi didunia. banyak dari kita yang memakai produk teknologi buatan jepang, dari mulai yang ecek-ecek sampai yang paling mutahir. Sekali lagi ini bukanlah suatu yang kebetulan jepang bisa seperti ini.

Sama halnya dengan minat membaca yang sudah dipupuk sedari kecil, minat menulispun seperti itu. Sejak anak-anak jepang sekolah dasar mereka sering diberikan tugas untuk mengarang, apalagi saat liburan (sakabun). Anak-anak Jepang sangat antusias akan tugas tersebut, karena tulisan yang mereka buat selalu dipresentasikan dihadapan teman-temannya juga diberikan penghargaan oleh gurunya. Bahkan lebih dari sekedar tugas mengarang saat liburan atau tenatang apa yang mereka kerjakan. Pada saat anak-anak itu akan lulus sekolah dasar, mereka ditugaskan untuk menuliskan cita-citanya kelak jika sudah dewasa. Tidak hanya menjadi tugas biasa, tetapi tugas tulisan mereka didokumentasikan oleh pihak sekolah. Sehingga jika mereka sudah dewasa nanti mengadakan reuni, tulisan mereka masih tetap ada dipihak sekolah. Apakah sekolah dasar kita (Indonesia) seperti itu ?????

Hikmah dari tugas tulisan itu sungguh luar biasa. Dimana anak-anak jepang dibentuk untuk berani bercita-cita dan berani untuk bermimpi. Jika pada waktu dulu tidak ada robot, dengan keberaniaan mereka untuk bermimpi menciptakan robot maka mereka kini sudah menjadi produsen robot didunia. Jika dulu sepak bola mereka tidak bicara apa-apa, sekarang sepak bola mereka bisa bicara lantang di asia bahkan dunia. Semua berkat keberanian mereka menuliskan mimpi dan mewujudkannya dengan kerja keras serta kedisiplinan yang menjadi ciri khas dari mereka.

Apa yang ditunjukan jepang saat ini tentu bukanlah suatu proses dalam sekejap mata. Memerlukan waktu, kerja keras dan kedisiplinan yang tinggi untuk mewujudkannya. Bisa saja bangsa lain meniru nya, tapi yang sangat vital adalah dengan kerja keras dan kedisplinannya. Tanpa keduanya itu, sungguh mustahil cita-cita yang diinginkan bisa tercapai.

Mencontoh dari bangsa jepang yang gemar membaca dan menulis sehigga menjadikan budaya yang bisa menghantarkan mereka pada kejayaan. Maka kita sebagai generasi penerus bangsa (Indonesia) yuk kita pupukan minat membaca, dimanapun dan kapanpun. Kemudian ikat ilmu yang sudah kita terima dari hasil bacaan kita dengan menulis. Seperti kata Sayidina Ali ra “ikatlah ilmu dengan tulisan”. Teruslah seperti itu ditambah dengan kerja keras, kedisplinan dan Doa (factor terpenting) bukan tidak mungkin kita bisa seperti Jepang, bahkan Lebih…..!!!!!!!!!!!!!!