Anak Jalanan (Cerpen)

By. Rahmatia

 

Seorang anak perempuan berlari-lari kecil sambil menyanyikan sebuah lagu kesukaannya. Anak perempuan berumur sekitar sembilan tahun itu nampak merasa bahagia setelah mendapat beberapa botol bekas yang berada di tempat sampah. Ia segera memungut botol-botol bekas itu dan kemudian memasukkannya kedalam karung yang berada di pundaknya. Setelah memasukkan botol-botol bekas kedalam karung, anak itu kemudian melanjutkan langkahnya untuk menyelusuri jalanan kota Gorontalo yang sangat panas. Dengan beralaskan sebuah sendal jepit yang sudah koyak, anak itu terus melewati jalanan yang panas tanpa menghiraukan kakinya yang mulai melepuh karena suhu panas aspal jalanan. Jalanan yang panas itu seolah telah berbaur menjadi satu dengan kakinya yang mungil. Tak pernah ia mengeluh dengan keadaan yang ia alami. Ia hanyalah seorang gadis kecil yang polos dan masih sangat lugu. Wajahnya yang polos seolah menunjukkan bahwa ia adalah anak yang manja. Namun, di balik wajah polos itulah tersembunyi berbagai derita dan lika-liku kehidupan yang telah ia jalani selama ini.

Dengan tubuhnya yang mungil, gadis kecil itu terus mengangkut karung yang berisi botol-botol bekas itu di pundaknya. Membawanya kemanapun ia pergi. Hingga akhirnya, semakin lama karung itu mulai terisi penuh dan membebaninya. Pundak gadis kecil itu terasa sakit setelah sekian lama menggendong karung sampah itu. Ia memutuskan untuk berhenti sejenak di sebuah pohon cemara yang yang berdahan lebat sehingga dapat di gunakan untuk berteduh.

Gadis kecil itu segera meletakkan karung berisi sampah itu di sampingnya dan duduk bersandar di dahan pohon. Gadis kecil itu melihat ke sekeliling. Keadaannya biasa-biasa saja. Hingga pada akhirnya terdengar suara jeritan yang membuatnya terkejut.

“Tolong..tolong..!” terdengar suara rintihan yang berasal di sebuah tumpukan sampah. Tetapi kemudian suara rintihan itu hilang seketika.

Si gadis kecil spontan berdiri dan mencari asal suara tersebut. Di tatapnya tumpukan sampah itu dengan  ragu-ragu dan takut.  Tapi akhirnya gadis kecil itu memberanikan dirinya untuk mendekati tumpukan sampah itu.  Kakinya gemetaran, nafasnya tak karuan, bibirnya bergetar  mengisaratkan bahwa gadis kecil itu merasa ketakutan dengan apa yang akan di lihatnya di balik tumpukan sampah itu.

Meski ragu-ragu dan di landa rasa takut, namun si gadis kecil itu tetap melangkahkan kakinya. Matanya tak berkedip sedikitpun. Kejadian seperti ini sudah sering di alaminya. Yang ia takutkan apabila ia akan kembali menemukan mayat lagi. Jarak antara dirinya dengan tumpukan sampah itu semakin dekat. Tangannya yang gemetaran membuka lembaran kertas kardus yang menutupi sesuatu di bahwanya.

Saat ia sedang mengeluarkan tumpukan kardus itu, tiba-tiba kembali terdengar  suara jeritan. Gadis kecil itu benar-benar sangat ketakutan. Ingin segera ia berlari menjauh dari tumpukan sampah itu. Namun seperti ada sesuatu yang menahannya. Rasa pri kemanusiaannya dan hatinya yang tulus membuatnya tak dapat meninggalkan tempat itu.

Dengan cepat gadis kecil itu mengangaktat kardus-kardus yang menutupi seseorang di bawahnya. Satu persatu kardus-kardus itu di pisahkan hingga terlihat sebuah tangan seseorang. Sementara suara jeritan itu semakin lama semakin pelan dan akhirnya menghilang lagi. Gadis kecil itu semakin panik dan berusaha sekuat tenaga menarik tangan itu. Dengan kekuatan  yang seadanya, akhirnya gadis kecil itu berhasil mengeluarkan seorang anak perempuan yang mengenakan seragam sekolah dari tumpukan sampah itu.

Di tatapnya anak perempuan yang baru saja di tolongnya itu. Entah apa yang harus di perbuat kepada anak tersebut. Kemudian gadis kecil itu memalingkan wajahnya ke kiri dan kanan. Ia berharap akan ada seseorang yang dapat membantunya keluar dari masalah ini. Namun tak ada seorangpun yang melewati tempat itu. Gadis kecil itu berlari ke arah jalan umum dan bereriak meminta pertolongan dari orang-orang yang lalu lalang di jalanan. Seketika orang-orang yang mendengar teriakannya langsung berlarian untuk membantu. Gadis kecil itu menunjukkan anak perempuan yang tak sadarkan diri itu dan orang yang datang menolong segera menggendongnya dan melarikannya ke rumah sakit setempat.

Gadis kecil itu merasa lega setelah mendapat bantuan dari orang-orang berhati mulia itu. Tetapi kecemasan dalam hatinya juga belum hilang sepenuhnya karena kondisi anak perempuan yang di tolongnya itu belum sadarkan diri. Sesampainya di rumah sakit, anak perempuan itu segera di tangani dokter dan identitasnya akhirnya dapat terungkap melalui sebuah kartu siswa yang di milikinya. Anak permpuan itu ternyata bernama Anisa. Nama yang tak jauh berbeda dengan nama gadis kecil Amira. Ternyata Anisa adalah anak sedang di cari-cari. Selama dua hari Anisa menghilang tanpa meninggalkan kabar. Sidikikatnya Anisa telah di culik oleh seseorang.  Dari kartu siswa itu juga tecantun alamat rumah Anisa. Pihak adminstrasi rumah sakit segera  mengabari keluarganya.

Amira terus menunggu di luar ruangan untuk memastikan keadaan Anisa agar baik-baik saja. Hingga tak terasa kini hari sudah semakin senja. Terdengar suara azan magrib yang di kumandangkan dari sebuah masjid di sekitar rumah sakit. Amira memutuskan untuk segera meninggalkan rumah sakit.  Dan di saat yang bersamaan, seorang dokter yang memeriksa Amira keluar dari ruangan. Dokter memberitahukan keadaan Anisa. Setelah mengetauhi keadaan Anisa yang mulai membaik dan keluarganya yang sudah menuju rumah sakit, Amirapun kemudian segera pergi meninggalkan rumah sakit itu. Tanpa rasa pamrih gadis kecil itu benar-benar tulus menolong anak perempuan yang di timpah musibah itu.

Hatinya merasa bahagia karena ia dapat membantu seseorang. Namun di sisi lain, ia juga merasa kecewa setelah mengetahui bahwa karung sampahnya sudah tidak berada di tempat dimana ia meninggalkannya. Dan itu artinya, hari ini Amira tidak akan mendapat makan malam lagi. Ia terpaksa harus menahan lapar seharian ini. Untuk anak jalanan seperti dirinya, menahan lapar bukanlah hal yang sulit untuk di lakukan. Ia dapat menahan untuk tidak makan selama dua hari beturut-turut. Bukan hanya itu saja, untuk tidurpun ia tak membutuhkan sebuah ranjang dan selimut yang nyaman. Hanya dengan beralaskan sebuah kardus bekas maka itu sudah sangatlah cukup baginya. Bukan hanya Amira saja yang menjalani kehidupan yang seperti ini. Masih banyak anak di luaran sana yang juga bernasib sama dengannya. Banyak anak yang jalanan yang tidak dapat merasakan haknya sebagai anak yang semestinya merasakan  bangku pendidikan, mendapat perlindungan, bebas untuk bermain, dan kehidupan yang layak. Namun  karena ekonominya yang lemah, maka mereka terpaksa menjalani kehdupan yang keras ini. Yang ada di fikiran mereka hanyalah bagaimana caranya agar  mendapat uang untuk menopang kehidupannya. Banyak juga yang mati kelaparan, kecelakaan saat mengamen, dan di tangkap polisi. Namun Amira bersyukur bahwa ia terhindar dari hal-hal buruk seperti itu.

Setelah menempuh perjanannya yang lumayan jauh, Amira akhirnya sampai di sebuah bangunan berbentuk persegi yang tebuat dari kardus-kardus dan sebagai penyanggnya adalah sebuah potongan-potongan kayu yang sudah mulai rapuh. Bangunan itu nampak menyerupai sebuah rumah. Atau lebih tepatnya sebuah rumah kardus. Di tempat itulah Amira tinggal. Gadis kecil itu segera masuk ke rumahnya. Ia segera menghilangkan rasa hausnya dengan meneguk segelas air yang tersisa yang di belinya kemarin. Perutnya yang belum terisi terus berbunyi. Amira benar-benar kelaparan. Namun ia bertingkah bahwa ia baik-baik saja. Amira kemudian memutuskan untuk segera tidur. Tanpa mandi ataupun tanpa mengganti pakaiannya. Dengan tidur mungkin ia akan melupakan rasa laparnya. Gadis kecil itu benar-benar tertidur lelap. Hingga tiba-tiba, sesuatu membuatnya terbangun dari tidurnya. Suara mobil polisi yang terdengar sangat dekat. Segera gadis kecil itu keluar dari rumah kardusnya. Di lihatnya suasana halaman rumahnya yang di kerumuni oleh banyak orang dan aparat kepolisian. Gadis kecil itu merasa kebingungan dengan apa yang  telah terjadi. Seorang polisi bertubuh tinggi dengan senyumnya yang ramah menghampiri Amira. Entah apa yang akan di lakukan oleh bapak polisi itu terhadap gadis kecil ini. Akankah ia akan menangkap Amira karena kejadian yang di alaminya tadi siang.

Namun, perkiraan gadis kecil itu salah. Seorang wanita paruh baya menghampiri Amira dan membelai rambutnya sambil engucapkan terimah kasih. Ternyata wanita paruh baya itu adalah ibu Anisa. Beliau bermaksud untuk membalas kebaikan Amira dengan cara mengadopsinya dan memberikan kehidupan yang layak untuknya. Amira seolah tak percaya dengan semua ini. kehidupan yang selama ini ia dambakan kini seolah di berikan tuhan secara cuma-cuma. Betapa bahagia dirinya akan segera merasakan yang namanya bangku sekolah dan kehidupannya yang bahagia.

Itulah hasil perjuangan gadis kecil yang selalu tegar menghadapi kehidupannya yang begitu keras. Dengan ketulusan hatinya akhirnya ia mendapatkan balasan yang setimpal dengan perbuatannya. Membantu orang lain adalah sikap yang patut di tiru oleh semua orang.